THE HISTORY OF SEGA JAMBLANG
Masakan yang paling khas di Cirebon menurut saya tiada lain dan tiada bukan adalah Sega Jamblang Cirebon atau nasi jamblang yang di bungkus daun jati supaya nasi lebih empuk dan awet tentunya namun masih banyak yang belum tahu tentang sejarah nasi jamblang ini
Blogger Cirebon akan mencoba mengupas tentang Sejarah Sega Jamblang Lengkap Pada tahun 1847 Pemerintah Kolonial Belanda membangun pabrik gula di wilayah Gempol, pabrik gula di Plumbon, dan pabrik spiritus di Palimanan, 1983. Dengan dibangunnya beberapa pabrik yang cukup besar itu, maka jelas banyak membutuhkan tenaga kerja di Wilayah Kawedanan Palimanan, Plumbon dan sekitarnya.
Ramainya para pekerja di ketiga pabrik tersebut seperti gayung bersambut, karena jelas membutuhkan banyak pekerja atau buruh. Baik untuk di perkebunan sebagai buruh lepas maupun di pabriknya sendiri terutama di bagian perbengkelan, transportasi, administrasi dan bagian keamanan pabrik. Para buruh pabrik yang datangnya dari jauh ( Wilayah selatan ), seperti Sindangjawa, Cisaat, Cimara, cidahu, Ciniru, Cikalshsng, Bobos dan Lengkong harus pagi-pagi benar. Mereka membutuhkan sarapan sedangkan pedagang nasi pada waktu itu belum ada, paling ada juga penjual makanan ringan seperti jajanan dan sejenisnya. Pada waktu ada anggapan bahwa menjual nasi itu tidak boleh atau pamali, ini bisa dimaklumi karena peredaran uang masih sedikit, bahkan orang tua kita dulu banyak menyimpan padi atau beras. Mereka berfikir tidak menyimpan uang tidak apa-apa, namun apabila tidak menyimpan padi atau beras bisa sengsara, karena ada rasa ketakutan tidak bisa makan nantinya.
Di Jamblang Kabupaten Cirebon ada seorang pengusaha pribumi yang bernama H. Abdulatif ( Ki Antra ), beliau banyak memiliki karyawan atau pegawai, maklum karena usaha beliau cukup banyak, anatara lain: Pejagalan sapi atau kerbau, pandai besi ( membuat keranjang ), dan masih ada beberapa lagi,beliaupun memiliki sawah yang cukup luas. Ny. Tan Piauw Lun ( Ny. Pulung ) adalah istri dari H. Abdulatif yang biasa mengurusi keperluan makan para pekerja suaminya. Melihat banyak buruh lepas pabrik yang mencari warung penjual nasi, maka H. Abdulatif pun memberanikan diri untuk memberikan sedekah beberapa bungkus nasi kepada para pekerja lepas tersebut.
Rupanya berita inipun menyebar dari mulut ke mulut, yang akhirnya bertambah banyak untuk meminta sarapan pagi. Ny. Pulung selalu menolak setiap pemberian uang dari para pekerja lepas, namun para pekerja menyadari bahwa segala sesuatunya dapat beli yang harus mengeluarkan uang tentunya, sehingga lambat laun para pekerja sepakat hanya memberikan imbalan ala kadarnya kepada Ny. Pulung.
Sebelum adanya pasar kueh di daerah Plered, dahulu di Jamblang terkenal dengan kuehnya terutama jajanan China, seperti kueh dodol, lemper, koci, cikak, pipis, awug yang biasa juga disedekahkan untuk orang hajatan, walimahan mengisi pontang yang bernama berkat. Nama berkat sendiri diambil karena memiliki 3 arti atau makna. Kurang lebihnya seperti ini, Berkat mempunyai mekna:
1. Sesuatu yang tidak ada menjadi adanya
2. Sedikit menjadi cukupnya
3. Jauh menjadi dekat atau akrabnya
"Sesuatu yang tidak ada menjadi adanya" artinya walaupun kita memiliki uang seratus ribu, kalaupun kita cari di pasar manapun untuk membeli berkat ya tidak ada penjualnya. lalu "Sedikit menjadi cukupnya", berkat ( makanan yang dibungkus dalam pontang ) yang dibagikan oleh si empunya hajat tidak pernah mengukur berapa banyak jumlah keluarga si tamunya di rumah. Namun ketika berkat itu dibawa pulang, maka orang se-rumah pun dapat menikmati semuanya. "Jauh menjadi dekat atau akrabnya", artinya dengan adanya acara hajatan ataupun walimahan, itu dapat mendekatkan atau mengakrabkan para warga untuk berkumpul, yang mungkin sebelumnya keseharianya jarang pernah ketemu satu sama lainnya. Namun karena "Berkat" mereka pun bisa berbagi, mengobrol atau lainnya.
Baik kita kembali kepada menisi pontang yang bernama berkat, semua makanan itu menggunakan pembungkus dari daun pisang klutuk, dan nasi Jamblang juga pada waktu itu menggunakan daun pisang klutuk ( pisang batu ). Oleh karena banyaknya penggunaan daun pisang klutuk sebagai pembungkus makanan, sudah tentu kebutuhan pesanannyapun menjadi meningkat 2X lipat. Akhirnya pedagang nasi Jamblang mencoba mencari daun yang masih jarang digunakan pada waktu itu, ternyata daun jati-lah dipilih sebagai pengganti untuk pembungkus nasi Jamblang. Dan hebatnya ternyata daun jati tidak kalah sedap atau nikmatnya dijadikan sebagai pembungkus nasi Jamblang, malah menjadikan nasi Jamblang menjadi lebih istimewa, sedap dan nikmat pastinya. Para pekerja dari wilayah selatan cirebon, seperti Sindangjawa, Cisaat dan lainnya, menjadi kebiasaan membawa daun jati dijadikan sebagai pelindung kepala dari terik panasnya sinar matahari ketika menunggu jemputan pekerja. Karena hebatnya, daun jati ternyata tidak mudah pecah/rusak, berbeda dengan daun pisang yang mudah sobek/rusak ketika terkena angin. Dan karena faktor itulah mengapa para penjual nasi Jamblang memilih daun jati sebagai prembungkus, namun bukan itu saja ternyata daun jati pun lebih bisa mengawetkan kondisi makanan ketika terbungkus didalamnya, menjadi tidak cepat basi walaupun terbungkus dalam waktu cukup lama. Oleh karena itu Ny. Pulung memesan banyak daun jati, yang diambil dari daerah Kadipaten pada tahun 1907 dengan menggunakan kereta api. Demikian menurut Ny. Jaenah ( Almh ) putri dari Ny. Hj. Aminah /H. Ishaq, cucu dari Ny. Pulung /H. Abdulatif sebagai generasi penerus III sebagai penjual nasi Jamblang.
H. Abdulatif yang memiliki pejagalan di Pengkolan /Klangenan, mempunyai seorang putra bernama H. Ishaq. Sedangkan H. Sarim yang memiliki pejagalan disebelah utara pasar Jamblang pun memiliki seorang putri janda bernama Hj. Aminah, dan oleh kedua orang tua mereka pun dijodohkan serta di Nikah-kawinkan. Hj. Aminah sebelum menikah dengan H. Ishaq beliau sudah pernah menikah dengan Ki Dayim dan dikaruniai dua orang putra yaitu Ki Bunyamin dan Ki Kure. Sedangkan Ny. Hj. Aminah dengan H. Ishaq mempunyai anak masing-masing:
1. Ny. Jenah, yang meneruskan usaha nasi Jamblang
2. Ki Guru Kanan
3. Ki Tisna
4. Ny. Patonah
5. Ki Kuwu Machmud
Setelah usia Ny. Pulung sepuh, maka sebagai penerus usaha keluarga khususnya nasi Jamblang adalah minantunya yaitu Hj. Aminah dan dari Ny. Aminah ini berkembanglah penjual nasi jamblang. Dan dari keturunan Hj. Aminah /H. Ishaq saja memiliki dua generasi penerus, yaitu Ny. Jaenah /Kaprawi dan Ny.Tjas /Kure. Sedangkan dari pasar minggu ( Palimanan ) tercatat pedagang nasi Jamblang Ny. sawit, berkisar tahun 30-an dan Alkhamdulillah sampai sekarang pedagang nasi Jamblang tumbuh dan berkembang semakin pesat. Karena nasi Jamblang senantiasa menyesuaikan selera dari para konsumen sehingga dari lauk pauk yang tadinya hanya 3 macam saja sekarang mencapai 29 jenis masakan yang siap disajikan /dihidangkan.
SUMBER:
http://talak-pindo.blogspot.com/2011/03/sejarah-nasi-jamblang.html
Komentar
Posting Komentar